27 September 2007

aku harus bagaimana?

Bayangan itu berdiri di ujung garis cakrawala. Menepi hari meniti pelangi. Hadir menyapa hamparan pasir di bumi. Aku berjalan tertatih. Ingin mencoba berlari menghampiri. Tapi kaki ini seakan tak peduli. Tak mau menurut hati. Aku hanya bisa berdiri disini. Bisu tak bersuara. Hanya melihat dan mendengar. Tak sanggup berkata.

Aku harus bagaimana?

Aku terus manatap, dan berharap dia mendekat. Aku terus berharap, sampai jingga kembali merapat. Tapi dia tak kunjung datang, sampai langit gelap. Dia tak mendengar pasir, angin, dan suara hati yang mulai meratap. Sampai aku tak mampu lagi menatap. Aku hanya masih berharap.

Aku harus bagaimana?

Aku masih berharap dia mendekat. Tapi dia bahkan tak menatap. Tak tau, atau tak mau tau. Aku bertanya-tanya. Aku meraba-raba. Aku tak tau mengapa. Aku tak tau bagaimana. Aku masih ingin berharap. Dan langit makin pekat. Angin kian lelap.

Aku harus bagaimana?

Dia masih disana. Angkuh tak terkata. Dingin tak teraba. Hening tak bersuara. Masih tak tau, tak mau tau. Aku hanya ingin dia menatap. Aku ingin dia mendekat. Aku ingin dia sangat. Tapi dia membiarkan aku berharap.

Aku harus bagaimana?

Aku hampir lelah berharap. Tak ada asa yang melekat. Aku tak lagi menatap. Aku tak mau mendekat. Aku takut. Aku kalut. Lebih baik aku kembali. Membawa hatiku pergi. Menyimpannya di sudut almari. Walau sakit tak terperi. Walau mimpi tak terbeli.

Aku harus bagaimana?

Aku berhenti berharap. Meski dia mulai menatap. Meski dia melangkah mendekat. Aku tak ingin berharap. Aku tak ingin menatap. Aku tak peduli. Aku tak mau kembali.