31 July 2007

Bumi, Langit, dan Duka

Bumi kembali terhentak
Menyentuh nurani yang berdetak
Semua hati terbingkai mengais asa
Menggali sisi keikhlasan yang tersisa
Raga berguncang
Segala muara langit meluruh
Bergemuruh dalam setiap ketukannya
Meluapkan keheningan yang terbasuh peluh
Saat sejengkal kehidupan begitu berharga
Ketika sepenggal nyawa sangat bermakna
Berlinang air mata yang terbalut syukur
Bersujud memeluk kepedihan pilu
Hati ini mengemis menghamba
Jiwa ini menangis menghiba
Merintih merenangi gelombang fatamorgana
Menapak jalan pulang ke pangkuanNya

* untuk semua bencana yang akhir-akhir ini melanda merajalela...semoga bisa menjadi hikmah bagi kita bersama...

h e n i n g

Gerimis sudah habis…
Menyisakan detik yang tak bersuara
Mengukir bahasa tanpa kata
Hanya detak mencoba meraba dingin yang tersisa
Menimang bintang, mengayun malam
Cahaya bulan berguguran
Runtuh di atap kota
Mengubur singgasana persinggahan jiwa


Hening...
Malam masih tak bergeming
Membelai kesunyian ke setiap dinding hati
Mengetuk pintu-pintu kesendirian dalam sepi
Membuka semua kisi-kisi kerinduan yang sangat dalam
Membentangkan luas jendela pengharapan


Senyap...
Purnama kian terlelap
Dalam pelukan langit yang pekat berselimut gelap
Terbuai cahaya mata yang tiada henti menatap
Dan hati yang tiada henti berharap




* Untuk dia yang selamanya istimewa... *

SomedaY…

Beberapa tahun terakhir ini hidupku rasanya banyak berubah. Cukup menyenangkan. Penuh warna, penuh nuansa. Ada yang mengisi kekosongan. Ada yang menggantungkan harapan. Walau kadang merangkak perlahan, tapi akan berakhir kepastian. Slowly but sure. Aku punya mimpi. Aku punya banyak mimpi yang ingin aku capai. Tentang hidupku, tentang prestasiku, tentang masa depanku, tentang karirku, tentang idealismeku, tentang hobiku, tentang waktuku, tentang persahabatanku, juga tentang hatiku. Semuanya berbaur bagai saputangan pelangi di saku bajuku. Melebur bagai campuran logam yang meleleh di atas nampan panas. Bagai debu dan jutaan senyawa kimia yang melayang-layang di udara. Seperti plankton dan mikroorganisme yang menari bersama riak gelombang di lautan.


Aku menjalani hidupku. Berusaha memaknai langkahku. Aku ingin menyentuh jiwaku. Dan aku akan meraih takdirku, menggapai mimpiku. Aku berusaha berdiri, melangkah tegak, mencoba berpijak di tanah yang retak. Aku berlari, sekencang kumampu, sampai aku tak lagi mampu. Sampai raga membisu. Sampai nafas membeku. Aku akan bertahan. Terus meniti jejak yang tertahan, terbenam di muara kepasrahan.


Someday...aku akan mensyukuri setiap titik koma proses kehidupan yang aku jalani hari ini dan nanti. Meski kadang harus terseok, tapi tak pernah terhenti. Walau harus sering terjatuh, tapi akan tetap bangkit kembali. Karena aku masih punya mimpi. Karena aku masih punya hati. Menuntun langkahku meniti pelangi.






29 Juli 2007_21.42

Waktu kan menjawab...

Semilir angin bergelombang tenang
Memecah awan memercik bintang
Rindu yang tak berkesudahan
Menuntun mimpi dan harapan

Tanya teruntai di penghujung masa
Merangkai ragu pada satu asa
Mencoba mencari jawaban atas rasa
Menepis semua dusta yang tersisa

Aku dan diriku
Bertahan melangkah menapak laku
Meski tertatih terseok tanpa dirimu
Meski hati telah letih melupakanmu

Mengapa terus bertanya
Tentang cinta, tentang kita
Mengapa harus ada kata
Jika rasa cukup untuk segalanya

Tataplah mata
Berbahasa berbagi cerita
Tetaplah ada
Di hatiku selamanya

28 Juli 2007_23.44
Usahlah bertanya
Aku memang sayang
Hanyalah namamu
Terpatri di hatiku

Janganlah gelisah
Aku sungguh cinta
Hanyalah untukmu
Ingin ku bersama

Hingga langit memudar
Hujan tak lagi berawan
Hingga akhir dunia

Waktu kan menjawab
Hanya dirimu satu cintaku
[song bY WARNA]

27 July 2007

Do u ever feel?

Sebuah perasaan seperti kamu kehilangan sesuatu yang sangat berharga. Seperti ada yang lenyap menguap dari hidupmu. Seperti ada kepingan yang hilang secuil serpihannya sehingga tidak mungkin disatukan lagi. Seperti layang-layang yang talinya telah putus, dan layang-layangmu tersangkut di dahan pohon yang sangat tinggi, tapi terlalu rapuh untuk kamu daki. Seperti kamu kehilangan bola yang sedang asyik kamu mainkan, tapi bola itu kemudian lepas hingga tak terkejar walau kamu berlari.

Seseorang hadir dalam hidupmu, memberi arti pada setiap detik waktumu, memberi jiwa pada setiap detak jantungmu. Dia yang berjalan di sampingmu di saat terbaikmu, yang memeluk hatimu di saat terburukmu. Dia yang meraih tanganmu saat kamu tersandung dan terjatuh. Dia yang memberimu senyum, tawa, canda, dan bahagia. Dia juga yang memberimu luka, duka, dan airmata. Dia yang membantumu berdiri, berjalan, dan berlari. Dia yang maengajarimu segala hakekat dan makna, yang ada ataupun tak ada, yang nyata atau fatamorgana. Dan dia pun menjelma segalanya.

Tapi dia tak termiliki. Hatinya telah memilih tempatnya berlabuh kelak ketika jangkar telah siap ditambatkan. Hanya bayangnya yang selalu merayap ke dalam setiap mimpi di tidurmu. Jiwanya tak tersentuh. Detakmu telah luruh bersama peluh. Rasamu berkubang bimbang. Hatimu telah lelah bertahan, tapi juga letih berlari. Harus kemana membawa ujung penantian ini? Harus kemana menjemput harapan ini? Sampai masa merangkai dimensi, sampai kata memecah kebisuan hati. Dan kamu menunggu sampai tak mampu, menanti sisa cinta selamanya.

Satu-satunya yang paling aku kagumi, setelah sesaat kumiliki, akhirnya harus pergi.
Satu-satunya yang paling berarti, bahkan sampai saat ini tak pernah bisa kumiliki.






26 Juli 2007 – 21.24

Ketika Hati Harus Memilih

Many people said, HIDUP ADALAH PILIHAN. Padahal untuk hidup saja kita tidak punya pilihan. Kita tidak bisa memilih untuk menjelma dari benih laki-laki dan wanita mana, apakah kita ada karena memang dinanti ataukah kita sebenarnya diharapkan mati. Kita tidak bisa memilih untuk lahir dari rahim siapa, apakah seorang ibu yang beriman dan sholehah, ataukah dari wanita tuna susila yang kebetulan sedang tersentuh nurani keibuannya sehingga kali ini tidak ingin menggugurkan benih yang tumbuh di rahimnya yang bahkan tak pernah tau siapa ayah biologisnya. Kita tidak bisa memilih untuk terlahir di dunia sebagai seorang yang biasa diberi merek laki-laki ataukah sebagai seorang perempuan. Kita bahkan tidak bisa memilih apakah kita memiliki kulit putih, kuning, coklat, atau hitam. Pun kita tidak bisa memilih apakah rambut kita ikal, keriting, atau lurus, ataukah berwarna apa. Kita sama sekali tidak bisa memilih warna mata kita, bentuk hidung kita, dan semua yang wujud nyata pada tubuh kita. Bahkan kita tidak bisa memilih untuk hidup atau tidak hidup saat kita lahir. Tuhan yang memilih semuanya untuk kita.


Bagaimana ketika hati kita harus memilih?

Beragam jawaban pasti terlempar atas pertanyaan ini.

Si A bilang, dengarkan saja apa kata hatimu. Kalau kamu memang yakin bahwa dia yang dipilih oleh hatimu, maka percayalah. Jangan pernah membohongi hati sendiri. Dengarkan suara hati, lalu jalani saja pilihan itu dan terima apa adanya.

Si B berkata, walau kita tidak bisa membohongi hati, tapi hati bisa saja menipumu. Suara hati kadang terlalu sulit dibedakan dengan suara nafsu. Jika nafsumu sudah bicara atas nama hati, maka kamu harus segera menolaknya mentah-mentah tanpa ada kompromi, karena jika nafsu yang menguasaimu, maka nafsu pula lah yang akan mengendalikan hidupmu.

Si C lain lagi jawabannya. Katanya, hati itu bagai selubung misteri. Kita tidak akan pernah tau apa yang ada di dalamnya, seberapapun dalamnya kita menggali. Kita tidak akan pernah tau ada apa di ujungnya, seberapapun kencangnya kita berlari. Dan kita tidak akan pernah melihat puncaknya, seberapapun tingginya kita mendaki. Tidak ada yang bisa mendengar suara hati. Tidak ada yang bisa membaca kata hati. Yang kita lihat sebenarnya hanyalah sebuah tirai. Jadi, mendengar kata hati bagai meraba dalam kegelapan, tak tau apa yang kita lihat, tak tau benar atau salah.

Berbeda pula kata Si D, Si E, dan seterusnya. Jutaan orang manusia, jutaan kepala, jutaan pula isi pikirannya, maka jutaan pula jawaban yang tercipta. Namun adakalanya saat hati bertanya untuk memilih, tak selalu ada jawaban yang tepat untuk dipilih. Saat hati berkata ini baik, disaat yang sama sisi hati yang lain berkata ini tidak baik. Ketika satu sisi hati berkata itu benar, disaat yang sama sisi hati lainnya akan berkata itu salah. Selalu ada kontradiksi yang tercipta dari reaksi yang terjadi di setiap lobus hati. Jadi bagaimana jika hati harus memilih? Mungkin memang kita harus membiarkan Tuhan yang memilih untuk kita.


Dan apakah hidup itu tetap pilihan?
Jika jawaban Anda adalah TIDAK, artinya Anda telah memilih untuk mengingkari hidup dan semua organella juga sel-sel di dalamnya.
Jika jawaban Anda adalah IYA, artinya Anda telah memilih untuk mensyukuri setiap keping serpihan kehidupan yang berserakan di debu jalanan dan bertebaran di jajaran galaksi di tata surya.
Hidup adalah memilih untuk bersyukur, atau kufur.
Hidup adalah memilih untuk hidup, atau lebih hidup.


Dan sekarang Anda tidak punya pilihan untuk tidak membaca tulisan ini sampai titik terakhir. Karena saya telah memilih Anda untuk membacanya.





25 Juli 2007_22.38